MELURUSKAN KONSEP KHILAFAH

MELURUSKAN KONSEP KHILAFAH


oleh : Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah
Di antara konsep-konsep pemahaman yang hingga saat ini masih menjadi ujian atas para dai adalah konsep pemahaman Khilafah Islamiyyah ; karena kekeliruan di dalam hal tersebut akan menjadi titik tolak banyak dari pokok-pokok yang menyelisihi manhaj Ahli Sunnah wal Jamaah, dan menjadi sebab diadakannya metode-metode dakwah baru yang tidak selaras dengan manhaj Salafush Shalih, tumbuhlah kelompok-kelompok, partai-partai yang semakin menambah perpecahan kaum muslimin, mengeluarkan para anggotanya dari jamaah kaum muslimin, dan menjerumuskan mereka ke dalam fanatisme dan hizbiyyah.

Demikian juga dakwa khilafah saat ini dijadikan oleh orang-orang yang menyimpang sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan-tujuan mereka, dan dijadikan sebagai jaring untuk menjerat orang-orang yang polos yang belum memahami hakekatnya.

Untuk meluruskan kekeliruan-kekeliruan pemahaman tentang konsep Khilafah Islamiyyah Insya Alloh di dalam bahasan ini akan kami paparkan koreksi-koreksi atas sebagian kekeliruan-kekeliruan pemahaman tentang Khilafah Islamiyyah dengan banyak mengambil faidah dari kitab Masail Manhajiyyah Haula Mafhum Al-Khilafah Al-Islamiyyah yang ditulis oleh Syaikh Faishal bin Qozzaz Al-Jasim dengan kata pengantar Syaikh Shalih bin Sad As-Suhaimi Hafizhahumalloh -.


DEFINISI KHILAFAH
Khilafah secara bahasa adalah mashdar dari ( خلف ) , Al-Imam Ahmad bin Faris berkata : “ Kho’, lam, fa’ ada tiga pokok, pertama : datangnya sesuatu setelah sesuatu yang lainnya menggantikan posisinya, yang kedua : lawan dari depan, dan yang ketiga : perubahan … dan al-khillifi adalah khilafah, disebut sebagai khilafah karena yang kedua datang setelah yang pertama menempati posisinya ( Mujam Maqayis Lughah 2/210 ).

Adapun khilafah secara istilah adalah : Wakil dari Pemilik syariat di dalam menegakkan agama, menerapkan hukum-hukum syariat Islam di muka bumi, dan menegakkan mashlahat-mashlahat manusia secara duniawi yang bisa menjamin penghidupan dan kehidupan mereka.

Ibnu Khaldun berkata : Khilafah hakekatnya adalah perwakilan dari Pemilik syariat di dalam menjaga agama dan menata dunia … dan dinamakan dengan khilafah dan imamah, pelaksananya adalah khalifah dan imam. Adapun penamaannya imam maka diserupakan dengan imam sholat di dalam diikuti dan diteladani, karena inilah dikatakan Al-Imamah Al-Kubro ( Tarikh Ibnu Khaldun 1/191 ).

WAJIBNYA MENEGAKKAN KEKHILAFAHAN
Ibnu Khaldun berkata :

إن نصب الإمام واجب قد عرف وجوبه في الشرع بإجماع الصحابة والتابعين، لأن أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم عند وفاته بادروا إلى بيعة أبي بكر رضي الله عنه وتسليم النظر إليه في أمورهم. وكذا في كل عصرمن بعد ذلك. ولم تترك الناس فوضى في عصر من الأعصار. واستقر ذلك إجماعاً دالاً على وجوب نصب الإمام

“ Sesungguhnya pengangkatan imam adalah wajib yang diketahui wajibnya di dalam syara’ dengan ijma’ para sahabat dan tabi’in. Karena para sahabat Rasulullah ( di saat wafatnya bersegera membaiat Abu Bakr Radhiyallahu Anhu dan menyerahkan perkara-perkara mereka ke dalam pemerintahnnya. Dan demikian juga di setiap masa mereka sesudah itu. Dan manusia tidak dibiarkan kacau balau di setiap masa. Dan telah tetaplah ijma yang menunjukkan atas wajibnya pengangkatan imam ( Al-Muqaddimah hal. 179 ).

 

KHILAFAH ADALAH BUAH DARI DAKWAH TAUHID
Kadang Alloh memberikan hidayah kepada suatu kaum sehingga mereka mengikuti ajakan nabi mereka, hingga tegaklah sebuah daulah bagi mereka, sebagai buah kebaikan yang dipetik dari keimanan dan amal shalih mereka, anugerah Daulah ini akhirnya dilimpahkan Alloh kepada mereka karena keteguhan mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban seperti jihad, melaksanakan syariat dan perkara-perkara yang disyariatkan Alloh kepada mereka. Anugerah inilah yang diperoleh Rasulullah ( dan para sahabatnya, karena kesabaran mereka dalam menempuh manhaj dakwah yang haq, menghadapi kekejian dan kebrutalan kaum musyrikin. Alloh menolong Rasulullah ( dan para sahabatnya, memenangkan din mereka, dan mengokohkan mereka di muka bumi, sebagai perwujudan janji Alloh dalam KitabNya :

( وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا(

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. ( An-Nur : 55 ).

Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata : Ayat ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada Alloh dengan beriman kepadaNya dan beramal yang shalih adalah sebab kekuatan dan khilafah di muka bumi dan kekuasaan ( Adhwaul Bayan 5/553 ).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadi berkata : Alloh menjanjikan kepada umat Islam saat turun ayat ini, saat itu mereka belum mendapatkan kekuasaan dan keteguhan di muka bumi serta keteguhan dalam agama dan keaamanan yang sempurna, di mana mereka beribadah kepada Alloh dan tidak berbuat kesyirikan terhadapnya, dan tidak takut kepada seorang pun kecuali Alloh saja.

Maka pendahulu umat ini menegakkan keimanan dan amal shalih yang melebihi orang-orang selain mereka, maka Alloh memberikan kepada mereka kekuasaan terhadap manusia dan negeri-negeri dan Alloh taklukkan bagi mereka bagian timur bumi dan baratnya. Mereka mendapatkan keamanan yang sempurna dan kekuasaan yang sempurna. Ini termasuk ayat-ayat Alloh yang mengagumkan dan menakjubkan, dan demikianlah keadaannya hingga tegak hari kiyamat selama mereka menegakkan keimanan dan amal shalih ( Taisir Al-Karimir Rohman hal. 573 ).
KHILAFAH ADALAH SARANA DAN BUKAN TUJUAN
Khilafah adalah sarana untuk menegakkan agama dan merealisasikan tauhid serta menyebarkannya di muka bumi, khilafah bukanlah tujuan pada dzatnya sehingga diupayakan dengan segala cara untuk mewujudkannya. Karena agama yang dibawa Nabi ( tegak di hati para sahabat sebelum dibentuknya daulah di Madinah, sebagaimana telah tegak dan diamalkan oleh para sahabat yang berhijrah ke Habasyah sebelum datangnya mereka kepada Nabi ( di Khaibar.

Kebanyakan para nabi dan rasul yang Alloh utus tidaklah tegak bagi mereka suatu negeri apalagi khilafah, bahkan di antara mereka ada yang hidup di bawah pemerintahan para penguasa yang kafir sebagaimana keadaan Yusuf Alaihi Salam di mana beliau hidup di bawah pemerintahan raja Mesir, kemudian raja memilihnya sebagai menteri perbendaharaan negara dengan sebab Nabi Yusuf menabirkan mimpi raja.

Seandainya khilafah adalah tujuan maka tentunya para nabi akan mengajak manusia kepadanya, akan tetapi semua nabi bukanlah manusia-manusia pencari kekuasaan, tetapi mereka adalah para dai kepada tauhid, dan tidak pernah menyiapkan para pengikutnya untuk revolusi dan kudeta.

Rasulullah ( pada awal dakwahnya telah ditawari kedudukan sebagai penguasa di Makkah, tetapi beliau menolak dan tetap melanjutkan dakwah tauhidullah dan memerangi kesyirikan ( Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dalam Sirahnya 1/293-294 dan memiliki syahid dari hadits Jabir yang diriwayatkan oleh Abd bin Humaid dan Abu Yala. Syaikh Rabi berkata : Dengan syahid ini kuatlah sanad kisah ini. Manhajul Anbiya hal. 116 ). Maka khilafah adalah sarana untuk menegakkan agama, dan bukanlah tujuan.

Banyak orang-orang yang telah menyimpang dari pemahaman khilafah hingga mereka melalaikan tujuan dan sibuk dengan sarana dengan sangkaan bahwa dia adalah tujuan, sebagaimana ini adalah keadaan banyak dari kelompok-kelompok dan partai-partai yang sebab pendiriannya adalah keyakinan wajibnya para dai untuk menegakkan khilafah, hingga mereka menjadikan penegakan khilafah sebagai tujuan terbesar mereka dan puncak upaya mereka, di dalam waktu yang sama mereka telah melalaikan dakwah kepada Tauhid dan meninggalkan peringatan umat dari kesyirikan, padahal kesyirikan-kesyirikan telah menyebar dan merajalela, hingga hampir-hampir mereka tidak berupaya untuk menegakkan dakwah Tauhid yang merupakan maksud utama dari dakwah seluruh para nabi.

Maka menegakkan agama dan syiar-syiarnya yang khusus bagi person dan masyarakat tidaklah terikat dengan dengan keberadaan khilafah, bahkan menegakkan agama adalah wajib bagi pribadi dan masyarakat selama ruh masih dikandung badan kapan pun dan di mana pun ( Mafhum Al-Khilafah hal. 29-30 ).
YANG ASAL BAHWA KAUM MUSLIMIN MEMILIKI SATU KHALIFAH
Yang asal adalah satu imam untuk kaum muslimin di seluruh dunia, tetapi ketika kaum muslimin terbagi menjadi beberapa negeri dan sulit disatukan, maka masing-masing penguasa negeri adalah imam yang wajib dibaiat dalam ketaatan kepadanya sesuai dengan batasan-batasan syari, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :

وَالسُّنَّةُ أَنْ يَكُونَ لِلْمُسْلِمِينَ إمَامٌ وَاحِدٌ وَالْبَاقُونَ نُوَّابُهُ فَإِذَا فُرِضَ أَنَّ الْأُمَّةَ خَرَجَتْ عَنْ ذَلِكَ لِمَعْصِيَةِ مِنْ بَعْضِهَا وَعَجْزٍ مِنْ الْبَاقِينَ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ كَانَ لَهَا عِدَّةُ أَئِمَّةٍ : لَكَانَ يَجِبُ عَلَى كُلِّ إمَامٍ أَنْ يُقِيمَ الْحُدُودَ وَيَسْتَوْفِيَ الْحُقُوقَ

“ Yang sunnah hendaknya seluruh kaum muslimin memiliki satu imam, yang lain adalah perwakilan-perwakilannya, jika terjadi keadaan di mana umat menyelisihi hal ini karena sebab kemaksiatan atau ketidakmampuan, atau sebab yang lain, sehingga terjadilah beberapa imam negeri ; maka dalam keadaan seperti ini wajib atas setiap imam agar menegakkan hudud, dan menunaikan hak-hak … ( Majmu Fatawa 34/175-176 ).
TIDAK ADA SEORANG PUN YANG BERHAK MENGKLAIM KHILAFAH AAMAH
Setelah berbilangnya pemerintahan kaum muslimin dan perpecahan kaum muslimin maka tidak ada seorang pun yang berhak untuk mengklaim khilafah untuk dirinya dan memaksa kaum muslimin dan para penguasa mereka untuk membaiat dirinya, karena imamah aammah dengan berkumpulnya kaum muslimin atas satu orang pemimpin harus dengan permusyawaratan Ahlul Halli wal Aqdi di seluruh negeri-negeri kaum muslimin.

Ahlul Halli wal Aqdi adalah para tokoh manusia dan pembesar-pembesar mereka, para pemilik pengaruh dan kekuatan, yang ketika mereka bersepakat untuk membaiat seorang imam maka tidak ada seorang pun yang mengganggu gugat, karena kehormatan dan pengaruh mereka, maka manusia mengikuti mereka, karena itulah mereka dinamakan Ahlul Halli wal Aqdi, karena jika mereka mengikat baiat maka terikatlah baiat tersebut dan jika mereka melepasnya maka terlepaslah baiat tersebut.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : Imamah menurut Ahli Sunnah sah dengan persetujuan para pemilik kekuasaan atas mereka, tidaklah seseorang menjadi imam kecuali dengan persetujuan para pemilik kekuasaan atas mereka ; yang dengan ketaatan mereka kepadanya didapatkan tujuan imamah, karena maksud imamah ( kepemimpinan ) didapatkan dengan kemampuan dan kekuasaan, jika dia dibaiat dengan baiat yang menghasilkan kemampuan dan kekuasaan maka jadilah dia sebagai imam. Karena inilah maka para imam salaf berkata : Siapa yang memiliki kemampuan dan kekuasaan yang dengan keduanya dia bisa melakukan tujuan kepemimpinan maka dia termasuk Ulil Amr yang Alloh memerintahkan agar mereka ditaati selama tidak memerintah kemashiyatan kepada Alloh. Maka imamah adalah raja dan penguasa, dan seorang raja tidaklah menjadi raja dengan persetujuan satu atau dua atau empat orang, kecuali jika persetujuan mereka ini membawa persetujuan selain mereka di mana dia menjadi raja dengan hal itu ( Minhajus Sunnah 1/364 ).
MENGUPAYAKAN KHILAFAH BUKAN TUGAS DAN KEWAJIBAN PARA DAI DAN PENUNTUT ILMU
Banyak para daI yang menyangka bahwa menegakkan khilafah yang membawahi seluruh negeri Islam adalah perkara yang wajib atas para daI dan para penuntut ilmu untuk mengupayakannya, bahkan wajib atas seluruh kaum muslimin, hingga sebagian dari mereka sebagai kewajiban terbesar dan terpenting pada zaman ini, dan hingga mereka mendasarkan mayoritas mashlahat-mashlahat syarI dan hukum-hukum atas keberadaan khilafah.

Mereka tidak membedakan apa yang merupakan tugas Ahlul Halli wal Aqdi dan apa yang merupakan tugas keumuman umat dan keumuman para daI dan para penuntut ilmu. Padahal mencampur adukkan antara dua perkara ini akan bisa membawa kepada mewajibkan sesuatu yang tidak wajib atau mengharamkan sesuatu yang tidak haram.

Anggapan wajibnya para daI mengupayakan khilafah inilah yang merupakan sebab utama pendirian kelompok-kelompok Islam dan partai-partai Islam yang tumbuh setelah jatuhnya Daulah Utsmaniyyah seperti jamaah Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir dan yang lainnya termasuk jamaah ( kelompok )-jamaah dan organisasi-organisai dakwah yang mengklaim berafiliasi kepada Salafiyyah.

Maka banyak kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi dakwah baik yang terang-terangan maupun yang rahasia, didirikan dalam rangka untuk menegakkan khilafah dan mengembalikannya menurut sangkaan mereka -.

Pemikiran ini asalnya tumbuh dari kekeliruan di dalam memahami tauhid secara hakekatnya dan membatasinya hanya di dalam Al-Hakimiyyah, yaitu mereka maksudkan adalah berhukum dengan syariat yaitu undang-undang dan had-had. Karena itulah mereka membuat bidam berupa macam keempat dari Tauhid yang mereka namakan dengan Tauhid Hakimiyyah, mereka tafsirkan Al-Ilah dengan Al-Hakim ( penguasa ), mereka jadikan hukum adalah sifat Alloh yang paling khusus bahkan yang paling khusus dari kekhususan-kekhususan Uluhiyyah.

Dan bercabanglah dari kekeliruan ini : pengkafiran terhadap umat Islam dan tidak mengakui pemerintahan para penguasa kaum muslimin, dan tidak menganggap mereka sebagai para pemimpin yang wajib didengar dan ditaati. Dan dari sinilah datang pemikiran pembentukan jamaah-jamaah dan organisasi-organisasi rahasia, sebagai jalan pembentukan khilafah.

Abul Ala Al-Maududi yang termasuk pencetus utama pemikiran ini mengatakan : Kesimpulannya bahwa pokok Uluhiyyah dan intinya adalah kekuasaan ( Musthalahat Arbaah fil Quran hal. 15 ).

Dia juga berkata : Sesungguhnya Al-Quran menjadikan Rububiyyah sinonim dengan Hakimiyyah dan Mulkiyyah ( Musthalahat Arbaah fil Quran hal. 58 ).

Sayyid Quthb terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran Al-Maududi hingga membawanya kepada pemikiran pengkafiran masyarakat Islam dan mensifatinya dengan Jahiliyyah.

Abul Hasan An-Nadwi berkata : Penulis besar Islam Al-Ustadz Sayyid Quthb Asy-Syahid yang merupakan teman Al-Maududi merasa kagum dengan kitab Al-Ustadz Al-Maududi Musthalahat Arbaah fil Quran, dan menyetujuinya di dalam semua pemikiran-pemikiran yang ada di dalamnya, dia telah menjadikan Hakimiyyah perkara yang paling khusus dari kekhususan-kekhususan Uluhiyyah ( Tafsir Siyasi Lil Islam hal. 68 ).

Sayyid Quthb berkata : Sesungguhnya perkara yang paling khusus dari kekhususan-kekhususan Uluhiyyah sebagaimana bahasan di atas adalah Hakimiyyah ( Fi Zhilalil Quran 2/890 ).
PANDANGAN-PANDANGAN KELIRU KELOMPOK-KELOMPOK ISLAM TERHADAP KHILAFAH
Kelompok-kelompok Khawarij Takfiriyyah dengan beragam nama-namanya semua sepakat atas wajibnya mengupayakan penegakan khilafah Islamiyyah dan membatalkan pemerintahan seluruh penguasa di seluruh penjuru-penjuru negeri-negeri Islam, mereka lebih parah dari setiap pendahulu mereka di dalam takfir, karena mereka mengkafirkan juga seluruh kaum muslimin yang loyal dan ridha dengan penguasa-penguasa tersebut, mereka halalkan darah-darah kaum muslimin dengan nama jihad melawan orang-orang yang murtad, mereka memandang hal itu sebagai jalan untuk mengembalikan khilafah Islamiyyah.

Seorang dari mereka berkata : Kewajiban syarI yang paling wajib pada zaman ini adalah jihad fi sabilillah untuk membela agama Alloh dan menyelamatkan umat dari kehinaan dan kerendahan, dan menegakkan khilafah Islamiyyah kewajiban yang kaum muslimin semuanya berdosa dengan ketiadaanya ( Al-Umdah Fi Idail Uddah Liljihadi fi Sabilillah hal. 92 ).

Sebagian mereka juga berkata : Prioritas gerakan-gerakan jihad adalah mengembalikan ikatan yang mengumpulkan kaum muslimin yang bercerai berai, yaitu Daulah Khilafah yang hilang, tatkala khilafah telah jatuh maka lepaslah ikatan-ikatan kaum muslimin sehingga tidak berhak dinamai sebagai umat ( Al-Jihad wal Ijtihad hal. 6 ).
Pemikiran di atas ternyata juga merembes kepada sebagian para dai yang mengklaim mengikuti Dakwah Salafiyyah, di mana mereka memahami wajib para daI untuk mengupayakan penegakan khilafah, sehingga tumbuh pada mereka pemikiran pembentukan jamaah-jamaah dan organisasi-organisasi Salafiyyah, dalam waktu yang sama mereka memicingkan mata terhadap Dakwah ilmiyyah secara person, bahkan sebagian mereka menganggapnya sebagai sebab kelemahan dan keterbelakangan dakwah.

Yasir Burhami – seorang tokoh Jamaah Dawah Salafiyyah di Iskandariyyah berkata : Menegakkan khilafah yang mengumpulkan kalimat kaum muslimin adalah wajib atas kaum muslimin ( Syarah Minnaturrahman hal. 471 ).

Jamiyyah Al-Hikmah Yaman meluncurkan pernyataan pada tanggal 29/9/2011 yang berbunyi : Ikatan Kebangkitan dan Perubahan Salafiyyah Yamaniyyah menolak semua yang datang di dalam pernyataan Jamiyyah Ulama Yaman yang menerapkan hukum-hukum yang khusus bagi imamah uzhma khilafah Islamiyyah atas para pemerintah zaman ini dari para pemberontak …

Sesungguhnya Ikatan Kebangkitan dan Perubahan Salafiyyah Yamaniyyah mengegaskan wajibnya mengupayakan khilafah uzhma sebagai tujuan Islam yang luhur … ( Lihat kitab Masail Manhajiyyah Haula Mafhumil Khilafah Islamiyyah hal. 83-84 ).

Abdurrahman Abdul Khaliq berkata : Akan tetapi setelah jatuhnya sultan terakhir Turki Utsmani pada tahun 1345 H/1927 M maka jatuhlah khilafah Islamiyyah yang telah berlangsung selama tigabelas abad, yang dengan hal itu kaum muslimin mengalami di negeri-negeri Islam mereka kondisi-kondisi yang ganjil yang belum ada yang menyerupainya sepanjang abad-abad terdahulu ( Al-Muslimun wal Amal Siyasi hal. 13 ).

Tatkala upaya penegakan khilafah menurut mereka adalah perkara yang wajib atas para daI, maka harus menempuh jalan untuk menegakkan khilafah dengan mendapatkan kekuatan dan kekuasaan, dari sinilah menurut mereka datang pentingnya pembentukan organisasi-organisasi dan partai-partai, dan tatkala organisasi-organisasi dan partai-partai tidak memungkinkan sampai kepada tujuannya kecuali lewat politik maka saat itulah wajib menurut mereka ikutserta di dalam aktivitas-aktivitas politik !.

Berikutnya banyak dari orang-orang yang menisbahkan kepada ilmu masuk ke dalam aktivitas-aktivitas politik dalam rangka mendapatkan persatuan kaum muslimin, akan tetapi mereka tidak mendapatkan apa-apa, tidak membawa manfaat bagi dakwah bahkan memadharatkannya, di antara mereka ini adalah Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha.

Muhammad Abduh berkata setelah berkubang jauh ke dalam politik : Aku berlindung kepada Alloh dari politik, dari kata politik, dari makna politik, dan setiap huruf yang dilafazhkan dari kata politik ( Al-Islam wan Nashraniyyah hal. 132 ).

Maka terjun memasuki politik praktis di masa ini, dengan sistem politik yang bertentangan dengan Islam dan keadaan kaum muslimin yang jauh dari agama, bukanlah pilihan yang benar.

Asy-Syaikh Al-Muhaddits Al-Faqih Al-’Allamah Al-Albani rahimahullah berkata:

إنه نحن الآن عملنا في تصحيح المفاهيم الإسلامية ، خاصة فيما يتعلق منها بالعقيدة … العمل السياسي قد ذكرت لك في أثناء البحث والتحقيق ، لكن الآن أعود وأقول لك شيئا نحن حينما نقول لا نعمل في السياسة أرجوا أن لا تفهموا أننا ننكر العمل السياسي ، ونحن نعتقد أننا الآن في دعوتنا للمسلمين ، الذين انحرفوا عن الإسلام في كثير من جوانبه وانصرفنا نحن بسبب إقبالنا على هذا النوع من الدعوة ، لا لأن العمل السياسي ننكره ، بل نعتقد الآن أن من السياسة ترك السياسة … فمن السياسة ترك السياسة في هذا الزمان ، لأن المسلمين بعيدون كل البعد عن أصول الشريعة الإسلامية

“Tugas kita saat ini adalah meluruskan pemahaman tentang Islam, terutama yang berkaitan dengan aqidah… Adapun kegiatan politik -telah aku katakan kepadamu di tengah-tengah pembahasan dan penelitian- akan tetapi saat ini aku ulangi dan aku akan mengatakan sesuatu kepadamu, ketika kita mengatakan bahwa kita tidak mengikuti politik, aku harap kalian tidak memahami bahwa kami mengingkari kegiatan politik, dan kita meyakini bahwa dakwah kita saat ini terhadap kaum muslimin yang telah menyimpang dari Islam pada banyak sisi-sisinya, dan kita pun berpaling karena kita telah sibuk dengan dakwah seperti ini, bukan karena kita mengingkari kegiatan politik, bahkan kita meyakini bahwa: Termasuk politik di masa ini adalah meninggalkan politik …Maka termasuk politik di zaman ini adalah meninggalkan politik, sebab kaum muslimin masih sangat jauh dari prinsip-prinsip syari’at Islam.” ( Transkrip Kaset Silsilatul Hudaa  wan Nuur: 210 ).

 

PENUTUP
Inilah sedikit yang bisa kami paparkan di dalam bahasan ini. Semoga Alloh selalu melindungi kita semua dari fitnah-fitnah pemikiran-pemikiran yang menyimpang dan dimudahkan untuk mengikuti nasehat-nasehat yang mengarahkan kepada kebaikan.

Akhirnya semoga Alloh selalu menunjukkan kita ke jalan yang lurus jalan para Nabi, Shiddiqiin, Syuhada’ dan Shalihin. Wallohul Muwaffiq. Washolllallohu Ala Muhammadin Ali wa Shahbihi wa Sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.

والله أعلم بالصواب

 

Tinggalkan komentar